“Kalian boleh bandel, tapi harus cantik main…” Jacky Sipakkar (Penemu aliran Pakkarisme)

Penjaga rumah tua itu bernama Jacky Sipakkar. Seorang Batak yang berpenampilan sangar, berkulit hitam dan berhidung pesek. Setiap pagi dia sudah berjaga-jaga dipintu rumah, tepat disamping pagar. Dia berdiri tegap sambil menikmati kreteknya. Bagi anak-anak muda, dia sangat baik meski terkadang menjengkelkan. Dia sangat dipuja karena sikap komprominya. Terlepas dari itu, para gadis tidak menyukai kumis tipisnya dan bau nafasnya.
Sejak pukul 06.00 pagi dia sudah keluar rumah dan berdiri didepan pagar. Sewaktu majikan sedang mandi, Jacky menyempatkan diri menikmati sarapan diwarung sebelah rumah. Makanan favoritnya adalah Lontong utang, jika dibayar tunai dia kurang menyenanginya. Majikannya seorang anggota parlemen dari Partai Matahari, seseorang yang tenang pembawaannya, tapi memiliki hati sepanas matahari. Dia tak suka berbicara kepada semua anak buahnya kecuali bicara soal kenaikan biaya belajar. Jika anak buahnya bicara soal kenaikan gaji, dia langsung tinggal pergi.
Rombongan anak-anak muda itu satu persatu datang sejak pukul 07.00 WIB, berseragam putih dan membawa tas. Yang dibawa adalah buku tulis dan buku pelajaran, serta pena dan penghapus. Tak lupa bagi lelaki membawa rokok, yang terselip disela-sela dompet. Tidak ada yang membawa senjata tajam, kecuali anak muda yang bernama Barjo, itupun cuma sebatang tusuk gigi, yang dia pakai setelah jam makan siang nanti.
Sepuluh menit kemudian, angkot berhenti tepat didepan pagar rumah tua, dan anak muda bertampang tua turun tergesa-gesa. Namanya Yopi Dores dan para pengikutnya disebut Yopers. Wajahnya kusam dan rambutnya acak-acakan. Mandi atau tidak, tak berpengaruh baginya. Tetap saja wajahnya seperti tidak mandi. Dia tidak langsung masuk rumah, dan langkahnya berbalik arah menuju warung lontong. Dia pesan rokok dan membakarnya. Disana sudah berkumpul kawanan perokok aktif, diantaranya 1. Ozy, seorang yang mirip dengan Nobita dalam cerita Doraemon, 2. Barjo, seorang yang lebih mirip petani ketimbang pelajar, 3. Ami, seorang yang berambut kriting dan suka kentut, 4. Mance, seorang pemabuk yang menyamar menjadi pelajar, setiap pagi mulutnya sudah bau alkohol, 5. Praja, seorang yang baik hati, rajin belajar dan tak punya kebiasaan buruk selain bertengkar rebutan perempuan dan 6. Jaka, seorang maling kecil yang bercita-cita untuk menjadi kaya raya dengan mengasah keterampilan malingnya.
Yopi membuka pembicaraan.
“Ada yang bawa buku Matematika..?” tanya Yopi.
“Kau lupa ya, kita kan beda ruangan, jadwal belajar kita tidak sama.” Kata Ozy.
“Jadi gak ada ya..?” tanya Yopi lagi.
“Coba tanya sama Dila, mungkin dia bawa.” Jelas Mance.
Dila adalah seorang gadis yang diam-diam menaruh hati kepada Yopi. Yang dia suka dari Yopi sudah pasti tahi lalatnya dibawah bibir, dan aroma keringatnya yang bau kuli. Dia bilang aroma itu sangat laki-laki, dan dia bisa tertidur menghirupnya. Untuk alasan itulah, Dila selalu bersikap manis kepada Yopi.
“Makanya kalau belajar bawa buku, jangan bawa pisau..” ujar Jaka.
“Hei, kau diam saja disitu. Gak usah kau nasehati aku. Kalau saja aku punya bukti tentang kasus buku ku yang kau curi, pasti sudah aku lapor kau kepada Pak Udin.” Ancam Yopi.
“Astagfirullah, jangan fitnah Yop. Aku ini anak Haji, jadi gak mungkin mencuri.” Bela Jaka.
Waktu hampir menunjukkan pukul 07.30, dan saatnya masuk kelas untuk belajar. Namun gerombolan perokok itu belum juga beranjak dari tempat duduknya. Mereka masih menikmati sisa-sisa terakhir asap rokoknya. Pak Udin yang dari tadi sudah memantau mereka pun mengambil tindakan. Diam-diam dia menuju warung itu, tapi gerombolan itu rupanya sudah tau dan tak mau kehilangan akal. Mereka langsung membuang rokok dan mulai berpura-pura berdiskusi soal fisika. Barang bukti pun menghilang. Pak Udin pun harus gagal untuk kesekian kalinya. Dengan geram dia hanya melemparkan wajah bengisnya kedepan gerombolan itu, dan serentak gerombolan itu pergi menuju rumah tua dibarengi pukulan keras dari Pak Udin dipundak mereka.
Pak Udin ibarat Polisi dirumah itu. Dia bertugas menangkap anak-anak yang bandel dan memberi hukuman kepada mereka. Sebenarnya wajah Pak Udin sangat manis, dan lebih cocok berprofesi musisi ketimbang polisi. Wajahnya sekilas mirip dengan musisi Ebiet G Ade, dan dia selalu menyulap wajahnya sebengis Hitler dengan tujuan ditakuti oleh anak-anak muda.
Mereka sudah berada diruangan belajar, tak kurang dari 300 jumlahnya. Hanya satu yang tersisa, yakni Agung Jaya Suprana. Dia patut diteladani jika keterlambatan adalah sikap mulia. Namun faktanya tidak demikian. Dia selalu dihukum karena perangainya itu. Hukumannya bervariasi, dan kali ini dia dapat hukuman jalan jongkok mengelilingi halaman rumah. Biasanya dia selalu lolos jika tidak terlihat oleh Pak Udin. Kalau Jacky Sipakar bisa disuap dengan dua keping cd film porno dan sebungkus kretek. Suap itu berlaku untuk keterlambatan seminggu.
Agung Jaya Suprana adalah anak muda yang luar biasa. Dia sudah mampu mencari uang meskipun usianya masih 16 tahun. Sebagian besar uang yang dia dapat adalah dari judi. Dia adalah pelopor judi di rumah itu, dan tentu saja pelopor alam gaib, konon alam gaib sudah merasuk kedalam jiwanya dan sudah menjadi cita-citanya menjadi konsultan alam gaib kelak. Setiap hari waktunya dihabiskan disebuah pohon asem tua, tempat dia memberi sesaji kepada penghuni pohon dan meminta nomor jitu untuk judi togel.
Pelajaran sudah dimulai, dan doa sudah dipanjatkan. Mereka bersiap-siap membuka buku pelajaran. Entah apa sebabnya sang guru mendadak meninggalkan ruangan, dan pergi menuju toilet. Rupa-rupanya dia belom setoran tadi pagi. Waktu yang sedikit itu dimanfaatkan oleh anak-anak muda untuk mengasah kreatifitasnya. Si Mance yang berada dibawah pengaruh alkohol langsung menggoda Lia, seorang gadis genit yang berpenampilan menor. Dia memuji-muji paras Lia dan tangannya mendarat dipaha putih gadis itu. Lia hanya tersenyum, sesekali menangtang Mance.
“Ah gak geli pun..kau masih newbie rupanya, Hahahhah…” ejek Lia.
Mance tak mau kalah, tangannya semakin gencar bergerilya. Upayanya berhasil, dan Lia mengaku kalah. Konsentrasi Lia buyar. Ami yang diam-diam memantau peristiwa itu mendadak sesak nafas. Sementara Ozy dan Barjo main dorong-dorongan dengan harapan bisa memeluk Vita seakan-akan tak sengaja. Upaya Ozy berhasil, dan Vita yang genit hanya tersenyum saja.
Nafas Ami semakin sesak, dan karena tidak tahan dia pun pergi me kamar mandi untuk ritual mengendorkan urat syaraf. Setelah kendor, Ami kembali keruangan. Tentunya peristiwa tadi tidak lagi menarik, dan Ami mengalihkan konsentrasi pada sebuah buku tulis. Dia memprediksi pertandingan bola antara Barcelona melawan Real Betis nanti malam. Karena lelah, dia tertidur. Sementara, Ari sibuk melukis gambar cicak berkepala mirip guru tadi.
Doni yang bertugas menjadi kurir meberi aba-aba yang berarti guru mereka segera datang, dan mereka pun kembali duduk manis, kecuali Ami yang tertidur. Sang guru pun masuk kelas. Pandangan guru tersebut tertuju kepada Ami. Guru yang mirip dengan tokoh kartun Mario Bross ini pun menyusun bangku belajar sedemikian rupa menyerupai tempat tidur. Pelan-pelan dia melangkah menuju tempat duduk Ami, dan pelan-pelan berbisik tepat ditelinga Ami.
“Ami, kalau mau tidur didepan aja, sudah bapak siapkan untuk kamu.”
Ami kaget bukan tanggung. Dia usap air liurnya yang mengalir dan mengusap-usap matanya untuk memastikan peristiwa yang memalukan itu. Ternyata benar, dan dia sangat malu sekali. Sementara serombongan kelas hanya tertawa keras menyaksikan peristiwa itu. Dengan tampang bodoh dia ikuti perintah guru tersebut dan tidur dikursi yang tersusun. Saat itu pelajaran pun dimulai dan Ami tak bisa memejamkan mata karena malu.
Akhirnya jam yang dinanti-nanti tiba, yakni istirahat. Waktu ini dimanfaatkan oleh para pria untuk menghisap rokok, tentunya harus segera dilakukan dimenit-menit pertama, karena seperti biasa dipertengahan waktu istirahat, Pak Udin selalu memeriksa semua ruangan untuk menangkap anak-anak yang merokok. Waktu istirahat juga dimanfaatkan oleh si Wiwid dan Nilam untuk berjualan nasi kotak. Suasana belajar berubah menjadi pasar dalam hitungan menit. Luar biasa.
Sementara rombongan Ozy, Mance, Ami dan Barjo pergi menuju kamar mandi. Disanalah mereka menyalakan rokok sebatang dan dihisap bersama-sama. Jacky Sipakkar yang berdiri dikantin sudah mencium asap rokok. Meskipun pesek, namun lubang hidungnya besar, dan tak sulit baginya untuk menangkap bau asap itu. Jacky berpikir bahwa ini adalah kesempatan emasnya. Dia menggerebek kawanan itu.
“Hayo..ketangkap juga kalian.”
Ozy yang terburu-buru menghisap rokok hampir saja membuang rokoknya karena kaget. Setelah sadar yang menggerebek adalah Jacky Sipakkar, dia hanya senyum saja.
“Hallaaahh bos, macam baru kerja disini aja. Capek dari tadi belajar bos.” Ujar Ozy.
“Seperti biasa bos, 2 keping Cd Porno dan sebungkus kretek sudah kita siapkan.” Jelas Mance.
“Ok. Gitu baru anak muda. Kalian boleh nakal, tapi harus cantik main..” ucap Jacky Sipakkar.
Konon kalimat Sipakkar itulah yang sering dikutip Barjo. Dia lebih setuju kalimat itu dari pada pepatah “rajin pangkal pandai dan hemat pangkal kaya.”
Sementara itu Yopi Dores lebih dahulu menghabiskan rokoknya. Dia tergolong manusia nekat. Dia menghabiskan rokok didalam ruangan belajar. Dia nekat karena punya barisan pendukung fanatik yang disebut Yopers. Para Yopers dengan kagum melihat tokoh idolanya memainkan kepulan asap rokok. Mereka bangga karena telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan Yopi Dores.
Sambil memainkan asap rokok, Yopi Dores juga berceramah didepan barisan pendukungnya. Kali ini dia bicara cinta. Dia bilang bahwa cinta itu datang tiba-tiba, dan berakhir seperti perkelahian dua orang bersaudara yang tolak menolak ketika disuruh ibunya membersihkan taik burung yang tercecer diteras rumah. Para Yopers itu tertawa geli mendengarnya. Dan Dila, hanya tersenyum manis, sambil mengucap kalimat pujian.
“Oh Yopi, so sweett..” ucap Dila.
Jam istirahat berakhir, dan semua orang masuk keruangan. Kejenuhanpun segera dimulai lagi. Dan mereka harus menjalani kejenuhan itu hingga lonceng pulang menggema.
0 komentar:
Posting Komentar