Awan mendadak cerah, padahal pagi tadi sangat mendung. Hampir saja Ozy melupakan sekolah karena cuaca dingin membisikan kalimat tidur panjang ketelinganya. Namun ayahnya tak mau kompromi. Dengan suara yang keras dia berusaha membangunkan Ozy untuk kesekian kalinya. Dan Ozy pun menyerah. Dia bangkit dari tidurnya, mandi, berpakaian dan berangkat ke Dharmawangsa.

"Kawan-kawan kita pada begok ya, hobinya kok tawuran, menang kalah sama-sama bonyok..hahahhaha." Kata Yopi Dores.
"Yang menang itu sudah pasti Yopi.." sambung Barjo.
"Yoi bro..! kena tiga angka coy, menang besar kita hari ini."
Dari kejauhan, Pak Udin kembali lagi memulai aksinya, yakni memantau kawanan perokok itu. Dia menyusun siasat agar bisa menangkap basah kawanan itu. Tapi lagi-lagi, jasa kurir lebih cepat dari usahanya. Ami yang baru turun dari becak dengan kekasihnya Tita, anak baru pindahan Jakarta itu, memberi aba-aba kepada kawanan. Kawanan itu langsung menghilangkan barang bukti, dan Pak Udin kembali lagi menuai kegagalan. Pak Udin patut bersedih karena kegagalan berkali-kali.
"Ayo cepat pergi dari sini, liat tuh si Udin mukanya ketat kayak sempak baru..!!" Seru Barjo.
"Kalah Togel mungkin dia.." celoteh si Ari, lelaki yang tidak merokok namun gemar melukis.
Terlepas dari celotehan-celotehan itu, mereka pun tetap beranjak dari tempat itu menuju ruangan belajar Dharmawangsa. Mereka berlima pun berpapasan dengan Jacky Sipakkar saat hendak menaiki anak tangga. Dia langsung menarik tangan Ozy.
"Mana cd pornonya, coy..?"
"Gampang itu, gak mungkin lah aku kasih disini..."
"Ok! atur aja nanti ya! "
"Sip!"
Hari-hari disemester ini adalah hari-hari terakhir mereka belajar di Dharmawangsa, sebentar lagi sudah tiba waktunya ujian kelulusan. Belajar pun semakin intensif. Empat orang dari kawanan perokok itu rupa-rupanya berkehendak juga untuk lulus diperguruan tinggi negeri. Mereka pun masuk kedalam bimbingan belajar. Sepulang sekolah, mereka harus belajar lagi, dan semua dilakukan demi untuk lulus kuliah di PTN.
Kawanan itu sudah berada dikelas, dan pagi ini dimulai dengan mata pelajaran Sejarah. Selang beberapa menit, Bu Arni pun tiba dikelas. Semuanya sudah berkumpul, kecuali Mance, yang mendadak telat pagi ini. Memang akhir-akhir ini beberapa kawanan itu disibukkan oleh beberapa kegiatan, selain bimbingan belajar, mereka juga bikin band, untuk mentas diperpisahan nanti. Bandnya belum memiliki nama, karena sangat susah bagi mereka untuk hal tersebut.
Pelajaran sudah dimulai. Kali ini bu guru bercerita tentang Terusan Suez yang memisahkan Arab dengan Mesir di Afrika. Sudah 10 menit dia bercerita, namun banyak diantara mereka yang bingung harus menghayalkan apa, terutama soal Arab dan Mesir. Mau berkhayal soal TKI sudah tentu tak mungkin, karena temanya tak begitu. Ami yang duduk paling sudut bangku belakang tampak bengong kebingungan. Mungkin dalam pikirannya berkecamuk prihal Terusan Suez. kira-kira benda apa itu ya..? kok susah membayangkannya..? begitulah kira-kira.
Limabelas menit berselang, dan pintu pun diketuk oleh seorang lelaki yang diduga Mance. ternyata benar, dia lah orangnya.
"Spada..!!"
Bu Arni cuek aja, dan melanjutkan materinya soal terusan suez.
"Spada..Spada, ada orang gak ya..?"
Mendengar kalimat Mance barusan, sontak Bu Arni kaget bukan kepalang. Dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Mance. Dia jambak rambut Mance dan mengayunkannya ke kanak dan ke kiri, sambil merepet tentunya.
"Apa kau bilang..? enak aja kau bilang spada, harusnya kau bilang Assalamuallaikum..!!"
Ricky, temen dekat Ami yang menyaksikan peristiwa tragis itu mendadak geli, rupa-rupanya pikiran joroknya merajai kepalanya. Ricky langsung berbisik ketelinga Ami.
"Kau lihat itu Mi, si Mance diperlakukan persis pasien Bandar Baru yang gak sanggup bayar.."
Mendengar ucapan Ricky, Ami pun mendadak tertawa kekeh tanpa dia sadar. Bu Arni semakin berang.
"Mulut kau itu, kalau gak suka belajar sama saya, silahkan keluar!"
Mendengar ancaman serius itu, semuanya mendadak diam, termasuk si Mance. Dengan tergopoh-gopoh dan kepala berat, Mance berjalan ketempat duduknya. Dan seperti biasa, mulutnya bau alkohol.
Konsentrasi Bu Guru pun buyar. Rupanya dia sangat marah, dan memilih keluar ruangan sejenak. Tak lama berselang, koordinator panitia pentas seni masuk kedalam kelas dan memanggil beberapa nama panitia untuk rapat, diantaranya yang dipanggil adalah: Ami, Mance, Irawan, dan Sigek. Sedangkan yang lain tetap harus tinggal didalam kelas untuk belajar. Bu Arni mengintip dari kejauhan. Dia merasa lega, akhirnya tanpa diusir sekalipun, si Mance dkk sudah keluar. Dia pun melanjutkan pelajarannya sampai selesai.
Ozy yang hari itu malas belajar pun mencari cara agar bisa ikut rapat. Sesudah mata pelajaran sejarah selesai, disusul dengan mata pelajaran Akutansi, dan Ozy tahu betul pelajaran itu sangat membosankan. Ozy mencari cara dengan berpura-pura kencing, dan si guru memberikannya izin.
Saat berjalan menuju toilet dan melintas di Mushola, Sigek menghampiri Ozy. Dia berkata :
"Sini aja ikut rapat, ngapain belajar, toh kita lulus juga kok." bujuknya.
Ozy yang kepalang malas belajar pun mengikuti bujukan Sigek. Ozy sudah berada ditempat rapat, dan duduk manis disitu. Guru Akutansi yang mirip Mario Bross itu pun resah pikirannya, karena Ozy tak kunjung tiba dikelas. Dari lantai dua, dia melihat sosok yang diduga mirip Ozy sedang duduk dalam rapat panitia pentas seni. Dia hendak menjemput Ozy dan turun kebawah. Rupanya Ozy tahu rencana Pak Guru tersebut. Dengan cepat dia pergi dari ruang rapat dan hendak kembali ke kelas. Pak Guru pun geram melihat tingkahnya, dan mengejar Ozy. Guru dan murid itu pun berkejaran persis Tom and Jerry. Setibanya dikelas, Ozy langsung kenal pukulan maut, dan diusir keluar kelas. Meski terasa sakit, tapi Ozy bahagia karena keputusan Pak Guru sungguh sangat bijaksana.
Lonceng pulang bergema, dan seluruh pemuda dan pemudi itu keluar dan pulang kerumah masing-masing. Kawanan perokok itu pun bingung mau kemana. Hari ini tidak ada jadwal bimbingan belajar. Lagi pula hari ini hari Jum'at. Ozy menawarkan latihan band dirumahnya, dan kawanan itupun setuju. Mereka berangkat berenam, yakni Ozy, Irawan, Ami, Mance, Idil, dan Barjo.
Mereka tiba dirumah Ozy pukul 12.00 WIB. Adzan Jum'at pertama telah berkumandang. Mereka disambut oleh Ayah Ozy, dan ayahnya menyuruh mereka Solat Jum'at. Ami beralasa:
"Aku gak ikut ya, belum mandi wajib."
"Aku juga, celanaku uda tiga hari belum ganti." kata Barjo.
"Aku sudah pasti gak bisa, soalnya tiap hari aku minum alkohol..hehehhe." sambung Mance.
Ozy bingung. Dia pun menawarkan solusi yang adil.
"Gimana kalau kita cabut solat aja...?"
"Kemana..?" Tanya Irawan.
"Ke Studio Musik aja." usul Ozy.
Mereka berenam sepakat, dan segera berangkat. Setibanya di studio musik, mereka menyewa studio selama satu jam. Mereka bingung mau memainkan lagu apa. Terkadang main lagu Slank, sesekali lagu Creed dan lagu-lagu lama miliknya Hellowen. Tapi mereka tidak puas, terutama karena suara Mance yang sumbang dan gebukan drum Ami yang temponya sering kejar-kejaran. Waktu satu jam mereka habiskan untuk coba-coba lagu saja. Dan mereka kembali keruma Ozy tepat jam pulang Solat Jum'at.
Setiba dirumah Ozy, mereka makan siang. Sewaktu makan, Mance yang juga anggota Bokepers memulai ceritanya tentang film Maria Ozawa yang baru saja ditontonnya semalam.
"Aku punya VCD Ozawa yang baru, besok aku bawa." kata Mance.
"Bagus gak..?" sambung Irawan.
"Gila cuy, Menggeliat Penuh Hasrat lah..." jawab Mance.
"Bagus juga tuh.." Sambung Barjo.
"Bagus apanya..?" tanya Ozy.
"Bagus juga untuk nama band kita, disingkat jadi MPH, yakni Menggeliat Penuh Hasrat." jawab Barjo.
Mereka pun tertawa, dan mereka akhirnya setuju untuk menamakan band mereka dengan nama MPH Band.
***
Satu lagi band papan bawah dirumah tua Dharmawangsa dideklarasikan. Personilnya tak lain adalah kawanan perokok yang sering dicari-cari Pak Udin dan Jacky Sipakkar. Mereka adalah:
1. Ivan: Seorang vokalis bersuara merdu dan sudah sering mendapat penghargaan vokalis rock terbaik dalam setiap festival band rock kota Medan. Kemampuan olah vocalnya tak perlu diragukan lagi. Sayang, dialah satu-satunya personil yang bukan dari rumah tua Dharmawangsa.
2. Ozy: Seorang gitaris rock yang doyan dengan musik rock jaman baholak. Dia penggemar Helloween, Van Hallen dan Aerosmith. Dia juga kagum dengan Nelly Furtado. Dan tentunya dia sangat membenci Bung Rhoma,karena konon, tembang bang Haji yang berjudul "Begadang" dan "Judi" kerap mengusik kehidupannya.
3. Irawan: Gitaris Metal satu ini harus mengalah dengan selera teman-temannya yang cenderung menyukai lagu rock dengan suara melengking.
4. Idil: Seorang basis dadakan. Sebelumnya tidak pernah mempunyai grup band. Dia bergabung dengan MPH Band karena ingin dilihat cewek incarannya saat manggung nanti.
5. Ami: Drumer satu ini tak perlu diragukan lagi loyalitasnya. Dia sangat loyal kepada kawan-kawan, karena hanya itulah yang membuat dia dipakai menjadi drumer. Jangan bicara skill kepadanya, karena dia pasti akan menjawab dengan ringan, yakni "elleh"
dan berikut ini personil tambahan
6. Mance: Seorang pemabuk yang menyamar menjadi pelajar. Dia adalah pemalak ulung. Dia direkrut oleh grup ini karena kelihaiannya memobilisasi dana latihan dari memalak kawan-kawan.
7. Barjo: Dia berperan sebagai tukang foto. Dia sangat menyukai tugas ini, karena ingin menjadi bagian dari MPH Band.
Dan siang ini mereka merencanakan untuk membahas lagu-lagu yang akan dibawakan pada pentas seni mendatang. Lagu-lagu yang sering dibawakan adalah "Forever and One dan If I Knew" miliknya Helloween dan "Perpisahan" miliknya Kaisar. Ketiga lagu itu memang telah disiapkan matang-matang oleh mereka.
Mata pelajaran yang sangat membosankan bagi Irawan, yakni Bahasa Inggris terasa lama berakhir. Padahal dia sudah sangat bosan diruangan itu. Terlebih yang menjadi guru adalah Bu Richa, yang selalu bersikap sinis kepada Irawan. Sikap sinis itu terjadi pada peristiwa "Kaki Tak Sopan"
Begini ceritanya. Sebulan yang lalu, bu Richa tampak sedang murung. Wajahnya lesu, dan seisi ruangan tak ada yang berani menegurnya. Sudah 15 menit dia berada diruangan, namun tak satupun perintah membuka halaman buku seperti biasa diperintahkannya. Sudah tentu Bu Richa semakin suntuk. Pasalnya, ternyata dia ingin diperhatikan. Dia pengen salah satu saja dari rombongan kelas bertanya dengan nada manis kepadanya. Misalnya begini:
"Ibu kenapa..? Kok ibu murung? ibu sedih ya?"
Tapi tak seorang pun yang sanggup bertanya demikian. Batas toleransi pun sudah berakhir. Bu Richa langsung marah. Pandangannya langsung terlempa kewajah Irawan, dan turun ke kakinya.
"Irawan, turunkan kakimu, kamu itu tidak sopan." Ucapnya ketus.
Irawan kaget. Padahal kaki setengah bersila dibangku yang mempunyai meja kecil seperti bangku mahasiswa sudah lazim terjadi. Bahkan bukan hanya Irawan saja, hampir semua anak lelaki berposisi demikian, dan Irawan pada saat itu duduk dibarisan paling belakang.
"Barisan depan kakinya juga begitu, kenapa cuma saya yang disuruh turun..?" jawab Irawan.
"Kamu turunkan atau saya yang keluar dari kelas ini." ancam Bu Richa.
Irawan bergumam sendirian. Batinnya mengatakan: "Kalau malas ngajar ya gak usah ngajar, aku lebih senang kalau begitu. Lagian urusan rumah tangga dibawa-bawa ke kelas."
"Kenapa kamu diam, ayo jawab!" Perintah Bu Richa.
Irawan tak menjawab. Dia juga tak menurunkan kakinya. Bu Richa langsung mengambil tindakan, dan keluar dari kelas itu. Selang 5 menit, Irawan dipanggil keruangan Pak Udin, seorang yang mengurusi tindak kriminal dan kenakalan dirumah tua itu. Irawan pun pergi keruangan beliau.
"Irawan, kenapa lagi kamu..? sudah mau lulus saja kok gak bisa menjaga kelakuan..?" tanya Pak Udin.
"Begini pak.."
"Ah sudahlah, Aku sudah tau ceritanya." potong Pak Udin.
"Yasudah, kalau begitu saya permisi." ucap Irawan.
"Sebentar, ini surat panggilan untuk orang tua mu, mungkin dengan begitu kamu bisa berubah." jelas Pak Udin.
Irawan mengambil surat itu, dan dia jijik sekali dengan aturan sepihak dirumah tua itu. Dia sudah berencana untuk memberikan surat itu kepada tukang becak, yang akan dia suruh menjadi orang tuanya.
Irawan kembali ke kelas, dan disitu dia melihat Bu Richa sedang mengajar. Irawan nyelonong saja tanpa mengucapkan salam, dan dia kembali mengangkat kakinya seperti tadi. Bu Richa tau tentang kaki Irawan yang sengaja diangkatnya, dan dia diam saja. Bu Richa lalu bicara kepada forum.
"Kalian sudah mau lulus, dan saya sangat senang. Kalian mau nilai berapa..? dimulai dari depan." ucap bu Richa.
Satu persatu mereka mengutarakan nilai yang diinginkan, dan mayoritas ingin nilai 8 dan 9. Tiba giliran Irawan, dan Bu Richa melewatkannya, langsung kepada Ricky dan Ami, teman sebangku Irawan. Namun Ami yang masih famili dengan bu Richa resah juga karena kawannya tak diperhatikan. Dia langsung bertanya:
"Kenapa Irawan tak ditanya soal nilai bu..?"
"Dia bersalah, dan tak punya inisiatif untuk minta maaf." tegas bu Richa.
Ami berbisik kepada Irawan. "Ayo, minta maaf saja..!!" dan dijawab Irawan: "Gak salah kok minta maaf, aku gak hidup dari makan nilai kok." jawab Irawan.
Lonceng pulang berdering. Dan mereka berkumpu lagi untuk latihan, dan ini latihan terakhir, karena esok hari saat yang dinanti-nanti tiba, yaitu pentas seni. Idil mengajak Vita, gadis genit yang diincarnya untuk ikut latihan, sekaligus dia mau pamer kalau dirinya sudah jadi anak band. Diluar gerbang rumah tua Dharmawangsa, Ivan telah menanti kawanan itu.
Mereka berangkat menuju studio musik, dan memulai latihannya. Hasilnya cukup memuaskan. Mereka berhasil membawakan tiga tembang itu dengan baik, dan mereka telah siap untuk beraksi esok hari. Ada banyak band yang akan unjuk gigi esok, dan mereka tak perduli.
Keesokan harinya, mereka sudah berkumpul sejak pukul 10.00 WIB. Mereka telah siap, dan mereka mendapat jadwal manggung pada pukul 15.00 WIB. Waktu yang lama itu mereka pergunakan dengan kegiatan yang berbeda-beda. Kalau Mance tak usah ditanya lagi, dia sedang pesta miras di lantai 3, dan Idil sedang berciuman dengan Vita di lantai 2. Ozy dan Irawan menghabiskan rokok berbatang-batang tepat dihadapan Pak Udin, menunjukkan dirinya bahwa mereka telah dewasa, dan akan keluar dari rumah tua itu. Pak Udin hanya bisa dongkol melihat tingkah tengik kedua anak itu. Kalau Ami sibuk merayu Nova, berharap gadis itu mau menerima cintanya. Sedangkan Barjo sibuk dengan kameranya, dia mencari-cari objek yang ganjil untuk difotonya, semisal, melihat sempak cewek yang terlihat sedikit karena memakai rok mini, atau memotret orang yang sedang ngupil dan garuk-garuk pantat.
Tibalah saatnya jadwal manggung MPH, dan pembawa acara sudah memanggil band tersebut. NAmun yang dipanggil tak kunjung datang, masih sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Idil dan Ami buru-buru turun kebawah, begitu juga dengan Ami, Ozy dan Irawan. Karena agak sedikit lama, pembawa acara setengah berkelakar berkomunikasi dengan penonton.
"Ada yang tau kepanjangan MPH..?"
"Tidaaakkk.." jawab penonton.
"Kepanjangannya adalah Menggeliat Penuh Hasrat."
Dan penonton pun tertawa terpingkal-pingkal. Personil MPH pun naik keatas panggung, dan cek sound, dan Ivan pun menjelaskan kepada penonton prihal lagu yang akan dibawakannya. Semua personil telah siap dengan alatnya, dan lagu pertama pun dimulai, "Forever and One" milik Helloween. Penonton yang menyaksikan biasa aja. Memang lagu ini bukanlah lagu populer dijaman itu. Tapi tampaknya guru-guru sangat menikmatinya, terlebih lagi Bu Richa. Lagu ini mengingatkan Bu Richa saat kekasihnya mendorongnya dengan keras saat dia bermain ayunan, dan beliau pun terjatuh. Karena peristiwa itu mereka putus. Bu Richa menangis mendengarkan lagu ini, dan pikirannya tertuju pada mantan kekasihnya.
Pak Udin pastilah tak mengerti lagu ini. Apa lagi lagu ini berbahasa inggris. Dia lebih menyenangi lagu-lagu lama milik Black Brothers, Pance F Pondaag atau Dedy Dores, kalau musik luar dia hanya suka gendang Qasidah.
Lagu itu selesai sudah sesaat setelah Ozy memainkan melodi gitarnya. Menyusul lagu kedua, miliknya Kaisar, yang berjudul "Perpisahan." Lagu ini mendapat perhatian penonton bukan karena mereka hafal, tapi karena tema acaranya memang berpisah dengan rumah tua Dharmawangsa, yang juga berarti berpisah dengan kawan-kawan. Untungnya Pak Udin tahu lagu ini. Dan dia tampak serius mendengarkan. Rupa-rupanya Jacky Sipakkar pun ikut sedih, ternyata lagu itu mengingatkannya pada Boru Situmeang, yang gagal dinikahinya karena uang Sinamot nya kurang. Padahal dia sangat mencintai gadis itu, dan cintanya kandas karena kemiskinan.
Setelah selesai dengan lagu penutupnya, MPH pun turun panggung, dan Bu Richa menghampiri mereka dan dengan bangga memuji-muji mereka.
"Kalian kreatif dan sanggat terampil bermusik." puji Bu Richa.
Irawan yang masih kesal dengan ulah Bu Richa diam saja, dan memperlihatkan mimik wajah yang tidak senang. Lalu Bu Richa bertanya kepada Irawan:
"Kamu masih tidak mau minta maaf?"
"Saya tetap tidak merasa bersalah, saya tidak akan minta maaf." jawab Irawan singkat.
"Yasudah." jawab Bu Richa tak kalah singkat, dan kemudian pergi meninggalkan personil MPH.
-Selesai-
0 komentar:
Posting Komentar